Sabtu, 25 Mei 2013

Ekosistem Gunung

EKOSISTEM PEGUNUNGAN: MENARA AIR YANG SEMAKIN SARAT BEBAN

Oleh: Nur Sumedi
Lebih dari setengah populasi manusia di dunia tergantung oleh air yang berasal dari aliran sungai-sungai yang bersumber dari gunung, baik untuk kebutuhan minum, pengairan tanaman pangan, sumber tenaga listrik dan bagi keberlanjutan berbagai industri. Peran strategis dan vital ekosistem gunung, selain menjadi pusat konsentrasi keragaman hayati serta memiliki budaya dan tradisi yang khas, sesungguhnya yang terutama adalah keberadaannya sebagai sumber air bersih dalam tata air secara keseluruhan.
Indonesia dengan 129 gunung utamanya adalah negara dengan jumlah gunung paling kaya di dunia. Sayangnya paradigma pengelolaan ekosisitem gunung yang holistik dan terpadu belum berjalan dengan baik. Belitan kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah sejoli yang lazim terjadi di daerah-daerah pegunungan di Indonesia, terutama daerah dengan kepadatan penduduk tinggi seperti di Jawa. Sebuah paduan yang menyedihkan. Sekitar 23 juta penduduk Indonesia atau sekitar 10 persen dari 227 juta penduduk Indonesia adalah masyarakat yang mendiami daerah pegunungan. Namun sayangnya para penjaga “menara air” yang menjadi penopang kehidupan mayoritas penduduk di bawahnya itu, menikmati pendapatan per kapita yang paling rendah.
Kondisi sosial ekonomi yang kurang menguntungkan ini tentu saja membawa efek ke ranah ekologis. Didorong oleh motif ekonomi, maka budidaya hortikultura sangat marak di banyak daerah di pegunungan Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia dan telah mengubah paras pegunungan kita menjadi ladang sayur-mayur. Akibatnya Degradasi hutan, lenyapnya semakin banyak mata air, tingginya sedimentasi, punahnya jenis-jenis asli baik flora maupun fauna, dan memudarnya tradisi dan budaya asli pegunungan adalah fenomena yang terus berlangsung.
Saat ini krisis air bersih semakin meluas. Peningkatan jumlah penduduk melahirkan konsekuensi akan peningkatan kebutuhan air bersih. Sekitar sepertiga dari jumlah penduduk dunia yakni sekitar 2,2 milyar lebih dari sekitar 6,7 milyar total penduduk dunia, yang tersebar di sekitar 40 negara mengalami kesulitan mendapatkan air bersih yang memadai. Jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 7 miliar jiwa pada tahun 2012. Terdapat 6,7 miliar penduduk dunia saat ini dengan pertambahan jumlah 1,2 persen setiap tahunnya. Negara China, India, dan Amerika Serikat adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar di Dunia. Padahal jumlah penduduk dunia belum mencapai 1 miliar hingga tahun 1800. Selain pertambahan jumlah penduduk, manusia moderen ternyata juga membutuhkan jumlah air bersih per individu meningkat tujuh kali lipat dibandingkan generasi peradaban lalu. Sementara itu perhatian terhadap kelestarian ekosistem pegunungan sebagai sumber mata air utama keberadaaan air bersih belum terlihat dari manajemen yang belum tepat.
Pulau Jawa memiliki luas hanya sekitar 12,9 juta hektar atau 7 persen dari total luas daratan di Indonesia, saat ini menjadi hunian bagi sekitar 129 juta jiwa atau 65 persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan potensi sumber daya airnya diperkirakan hanya 4,5 persen dari total potensi SDA di Indonesia. Tambahan lagi luas lahan pertanian juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang membutuhkan air dalam jumlah besar, bahkan dari total potensi air yang hanya 4,5 persen tersebut, 75 persen diantaranya dipergunakan untuk keperluan pengairan irigasi. Oleh karena itu Jawa telah tergolong pulau yang kritis air (water stress area). Saat ini setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi kebutuhan air dalam satu tahun sebesar 1.500 m3/kapita. Dalam standar kebutuhan air manusia, bila suatu wilayah, pemenuhan kebutuhan airnya sudah dibawah 2000 m3 per kapita per tahun, maka kawasan itu termasuk daerah yang water stress area. Jadi kebutuhan akan manajemen ekosistem pegunungan yang baik semakin dirasakan mendesak.
Enam tahun yang lalu, yakni tahun 2002, tepatnya di Johannesburg, South Africa, di bulan September 2002 adalah deklarasi pencanangan Tahun Pegunungan International (The International Year of Mountains) oleh Sekretaris Jenderal PBB, waktu Kofi Annan. Selanjutnya agenda penyelamatan ekosistem gunung dituangkan dalam dokumen Bab 13 Agenda 21, dengan fokus pada perlindungan ekosistem pegunungan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pegunungan. Setelah enam tahun sejak dideklarasikan sebagai ekosistem prioritas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena perannya yang sangat vital dalam menyokong kehidupan bagi sebagian besar jumlah manusia, perhatian kita di Indonesia terhadap ekosistem pegunungan masih belum memadai. Program yang fokus dengan pendekatan yang komprehensip belum banyak dulakukan, padahal ancaman serta tekanan terhadap peran dan fungsi ekosistem pegunungan semakin berat.
Apa Yang Seharusnya Dilakukan ?
Kelestarian ekosistem pegunungan termasuk kekhasan, kompleksitas, kerentanan dan hubungan ekologis lainnya termasuk dengan penduduknya membutuhkan pendekatan manajemen yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lokal. Perlu terus ditumbuhkan kesadaran berbagi tanggung jawab antara daerah hulu dan hilir, pelibatan masayarakat, peningkatan governance dan manajemen kolaboratif serta penguatan solidaritas kebersamaan disetiap level.
Dengan tumbuhnya kesadaran berbagi tanggung jawab, diharapkan akan mudah berkembang pula semangat berbagi manfaat. Secara sosial ekonomi banyak manfaat yang didapatkan oleh banyak pihak dari ekosistem pegunungan, termasuk akibat negatifnya bila pengelolaannya tidak benar. Oleh karena itu manajemen yang tepat akan membantu mengalirnya secara lebih adil manfaat yang didapat di setiap level.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...