EKOSISTEM PEGUNUNGAN: MENARA AIR YANG SEMAKIN SARAT BEBAN
Oleh: Nur Sumedi
Lebih dari setengah populasi manusia di dunia tergantung oleh air yang
berasal dari aliran sungai-sungai yang bersumber dari gunung, baik untuk
kebutuhan minum, pengairan tanaman pangan, sumber tenaga listrik dan
bagi keberlanjutan berbagai industri. Peran strategis dan vital
ekosistem gunung, selain menjadi pusat konsentrasi keragaman hayati
serta memiliki budaya dan tradisi yang khas, sesungguhnya yang terutama
adalah keberadaannya sebagai sumber air bersih dalam tata air secara
keseluruhan.
Indonesia dengan 129 gunung utamanya adalah negara dengan jumlah gunung
paling kaya di dunia. Sayangnya paradigma pengelolaan ekosisitem gunung
yang holistik dan terpadu belum berjalan dengan baik. Belitan
kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah sejoli yang lazim terjadi di
daerah-daerah pegunungan di Indonesia, terutama daerah dengan kepadatan
penduduk tinggi seperti di Jawa. Sebuah paduan yang menyedihkan.
Sekitar 23 juta penduduk Indonesia atau sekitar 10 persen dari 227 juta
penduduk Indonesia adalah masyarakat yang mendiami daerah pegunungan.
Namun sayangnya para penjaga “menara air” yang menjadi penopang
kehidupan mayoritas penduduk di bawahnya itu, menikmati pendapatan per
kapita yang paling rendah.
Kondisi
sosial ekonomi yang kurang menguntungkan ini tentu saja membawa efek ke
ranah ekologis. Didorong oleh motif ekonomi, maka budidaya hortikultura
sangat marak di banyak daerah di pegunungan Jawa dan beberapa daerah
lain di Indonesia dan telah mengubah paras pegunungan kita menjadi
ladang sayur-mayur. Akibatnya Degradasi hutan, lenyapnya semakin banyak
mata air, tingginya sedimentasi, punahnya jenis-jenis asli baik flora
maupun fauna, dan memudarnya tradisi dan budaya asli pegunungan adalah
fenomena yang terus berlangsung.
Saat
ini krisis air bersih semakin meluas. Peningkatan jumlah penduduk
melahirkan konsekuensi akan peningkatan kebutuhan air bersih. Sekitar
sepertiga dari jumlah penduduk dunia yakni sekitar 2,2 milyar lebih dari
sekitar 6,7 milyar total penduduk dunia, yang tersebar di sekitar 40
negara mengalami kesulitan mendapatkan air bersih yang memadai. Jumlah
penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 7 miliar jiwa pada tahun
2012. Terdapat 6,7 miliar penduduk dunia saat ini dengan pertambahan
jumlah 1,2 persen setiap tahunnya. Negara China, India, dan Amerika Serikat adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar di Dunia. Padahal jumlah penduduk dunia belum mencapai 1 miliar hingga tahun 1800. Selain
pertambahan jumlah penduduk, manusia moderen ternyata juga membutuhkan
jumlah air bersih per individu meningkat tujuh kali lipat dibandingkan
generasi peradaban lalu. Sementara itu perhatian terhadap kelestarian
ekosistem pegunungan sebagai sumber mata air utama keberadaaan air
bersih belum terlihat dari manajemen yang belum tepat.
Pulau Jawa memiliki luas hanya sekitar 12,9 juta hektar atau 7 persen dari total luas daratan di Indonesia, saat ini menjadi hunian bagi sekitar 129 juta jiwa
atau 65 persen dari total penduduk Indonesia. Sedangkan potensi sumber
daya airnya diperkirakan hanya 4,5 persen dari total potensi SDA di
Indonesia. Tambahan lagi luas lahan pertanian juga masih terkonsentrasi
di Pulau Jawa yang membutuhkan air dalam jumlah besar, bahkan dari total
potensi air yang hanya 4,5 persen tersebut, 75 persen diantaranya
dipergunakan untuk keperluan pengairan irigasi. Oleh karena itu Jawa
telah tergolong pulau yang kritis air (water stress area). Saat ini setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi kebutuhan air dalam satu tahun sebesar 1.500 m3/kapita. Dalam
standar kebutuhan air manusia, bila suatu wilayah, pemenuhan kebutuhan
airnya sudah dibawah 2000 m3 per kapita per tahun, maka kawasan itu
termasuk daerah yang water stress area. Jadi kebutuhan akan manajemen ekosistem pegunungan yang baik semakin dirasakan mendesak.
Enam
tahun yang lalu, yakni tahun 2002, tepatnya di Johannesburg, South
Africa, di bulan September 2002 adalah deklarasi pencanangan Tahun
Pegunungan International (The International Year of Mountains) oleh Sekretaris Jenderal PBB, waktu Kofi Annan. Selanjutnya
agenda penyelamatan ekosistem gunung dituangkan dalam dokumen Bab 13
Agenda 21, dengan fokus pada perlindungan ekosistem pegunungan, dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat pegunungan. Setelah enam tahun
sejak dideklarasikan sebagai ekosistem prioritas oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, karena perannya yang sangat vital dalam menyokong
kehidupan bagi sebagian besar jumlah manusia, perhatian kita di
Indonesia terhadap ekosistem pegunungan masih belum memadai. Program
yang fokus dengan pendekatan yang komprehensip belum banyak dulakukan,
padahal ancaman serta tekanan terhadap peran dan fungsi ekosistem
pegunungan semakin berat.
Apa Yang Seharusnya Dilakukan ?
Kelestarian
ekosistem pegunungan termasuk kekhasan, kompleksitas, kerentanan dan
hubungan ekologis lainnya termasuk dengan penduduknya membutuhkan
pendekatan manajemen yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lokal.
Perlu terus ditumbuhkan kesadaran berbagi tanggung jawab antara daerah
hulu dan hilir, pelibatan masayarakat, peningkatan governance dan
manajemen kolaboratif serta penguatan solidaritas kebersamaan disetiap
level.
Dengan
tumbuhnya kesadaran berbagi tanggung jawab, diharapkan akan mudah
berkembang pula semangat berbagi manfaat. Secara sosial ekonomi banyak
manfaat yang didapatkan oleh banyak pihak dari ekosistem pegunungan,
termasuk akibat negatifnya bila pengelolaannya tidak benar. Oleh karena
itu manajemen yang tepat akan membantu mengalirnya secara lebih adil
manfaat yang didapat di setiap level.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar