Nama sungai di Jakarta, berhulu di Gunung Pangrango, Jawa Barat. Sungai
ini mengalir melalui Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara melalui
Bogor, Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Dari Kota Jakarta,
alirannya bercabang dua di daerah Manggarai: yang satu melalui tengah
kota, antara lain sepanjang daerah Gunung Sahari, dan yang lain melalui
pinggir kota, antara lain melalui Tanah Abang.
Sungai yang
mengalir di tengah Kota Jakarta ini, mengalir lurus dan membelak ke
timur setibanya di seberang Jl. Labu Hayam Wuruk dan menumpahkan airnya
ke Kali Tangki di sisi jalan tersebut. Air Ciliwung masih terus ke
utara, menyusuri sisi timur Medan Glodok dan baru membelak ke timur
setelah melewati Gedung Bioskop Pelangi (pertokoan Harco), sebagian lagi
menumpahkan air ke Kali Besar yang masa itu membentang dari timur ke
barat, menyusuri Jl. Pancoran (di seberang Glodok Building) sampai
melewati Jembatan Toko Tiga. Bagian Kali Besar yang menyusuri Jl.
Pancoran sudah tidak ada, mungkin telah menjadi riol tertutup.
Bagian
Kali Ciliwung yang lurus dari Harmoni ke utara, dulu merupakan kali
swasta dengan aturan membayar tol apabila melaluinya. Kali yang oleh
orang Belanda dinamakan Molenvliet itu dibuat oleh Kapitein der Chinezen
(kepala warga Cina di Betawi), Phoa Beng Gan sehingga terkenal dengan
nama Beng Gan. Tahun 1648 Beng Gan mendapat izin dari Kompeni untuk
membuat kali tersebut dan memungut tol dari sampan-sampan yang lewat di
sana, tahun 1654 diambil alih Kompeni dengan harga 1.000 real.
Sungai
Ciliwung merupakan tempat Belanda pertama kali membangun kasteel-nya di
tepi timur muara. Sedang di tepi barat muaranya terdapat Gedung
Culemborg dan kantor Pabean Jl. Pakin juga menyeberangi sungai ini.
Sungai ini juga membentang di Kampung Muka Timur. Aliran lurus Sungai
Ciliwung di sebelah selatan disebut Kali Besar. Di sebelah barat sungai
terdapat Weltervreden dan di sebelah timur di daerah Prapatan terdapat
sebuah rumah pribadi yang pernah menjadi kantor Sultan Hamengkubuwono IX
dari Yogyakarta. Muara sungainya juga menjadi tempat Pelabuhan Sunda
Kalapa.
Pada masa awal Batavia, perahu kecil berlayar di
sepanjang Ciliwung untuk mengangkut barang dari gudang dekat Kali Besar
ke kapal yang berlabuh di laut. Pada pertengahan 1630, Sungai Ciliwung
mengalami pengendapan. Untuk mengatasinya dibangun sebuah parit
sepanjang 800 m ke laut yang secara rutin digali untuk melancarkan
aliran air. Panjang parit bertambah sampai 1.350 m (1827) dari muara
sungai akibat pasir dan lumpur yang terus bertumpuk apalagi dengan
adanya gempa bumi pada bulan Januari 1699.
Cabang Sungai Ciliwung
yang bermuara ke samudera digunakan sebagai jalan masuk kasteel lewat
kapal dari kanaal ke Waterpoort. Pembangunan Molenvliet juga dihubungkan
dengan sungai ini sebagai sumber tenaga bagi berbagai industri. Dahulu
Sungai Ciliwung airnya digunakan sebagai sumber air minum penduduk. Air
Sungai ini pada tahun 1689 belum tercemar dan bisa digunakan sebagai air
minum. Gempa bumi yang terjadi pada bulan Januari 1699, mengakibatkan
kenaikan tingkat pengendapan. Timbunan lumpur dan tanah liat bertumpuk
di parit yang digali untuk melancarkan aliran air ke dan dari sungai.
Pada
tahun 1740 air sungai ini sudah dianggap tidak sehat karena segala
sampah dan buangan air limbah rumah sakit dialirkan ke sungai. Banyak
pasien menderita disentri dan kolera. Air minum yang kurang bersih ini
menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi di antara warga Batavia.
Sebaliknya kebanyakan orang Cina yang minum teh jarang terjangkit
penyakit akibat air. Menyadari hal ini banyak arang Belanda makan daun
teh agar tetap sehat. Tentu saja usaha ini tidak berhasil. Pada akhir
abad ke18, Dokter c.p Thunberg masih meresepkan daun teh daripada air
teh yang dimasak. Pada zaman itu belum diketahui bahwa kuman dalam air
akan mati kalau airnya dimasak sampai mendidih. Sampai abad ke-19 air
Kali Ciliwung oleh orang Belanda digunakan sebagai air minum. Air kali
mula-mula ditampung di dalam semacam waduk (waterplaats atau aquada),
yang dibangun dekat Benteng Jacatra, bagian utara kota, kemudian
dipindahkan ke tepi Molenvliet sekitar daerah Medan Glodok. Waduk
dilengkapi dengan pancuran-pancuran kayu yang mengucurkan air dari
ketinggian kira-kira 10 kaki (kurang dari 3 m), sehingga daerah
sekitarnya oleh orang Betawi dinamakan Pancuran.
Dulu ketika
Ciliwung masih dapat dilayari oleh perahu yang cukup besar sampai ke
tengah kota, di daerah sekitar Jl. Gajah Mada dan Harmoni, sering
diselenggarakan perayaan tahunan pek cun atau peh cun, yakni perayaan
perahu berhias bagi orang Cina di Jakarta. Kini, air sungai sudah keruh
ketika mencapai Jakarta, karena daerah alirannya merupakan tempat
pembuangan limbah. Akibatnya, dasar sungai itu semakin dangkal dan
alirannya semakin lambat.
sumber : http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/207/Ciliwung-Sungai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar